May 12, 2009

Menambah Syukurku

Udara terasa panas ketika baru menjejakan kaki dibandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh. Banda Aceh memang terkenal panas luar biasa, walaupun menurutku dimana-mana Sekarang memang panas luar biasa. Ini akibatnya hutan-hutan ditebang secara liar dan asap kenderaan yang menyebabkan polusi, dan akhirnya ozon menipis sehingga panasnya mentari tak banyak tersaring oleh lapisan ozon yang sudah menipis.

Bus bandara menunggu kami untuk dinaiki, padahal jarak antara pesawat parkir dengan pintu masuk bandara tidaklah jauh, masih Sangat bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Tapi itulah Indonesiaku, Sangat hormat dan santun pada pendatang dan pelancong asing khususnya.

Setelah melewati meja-meja sederhana tempat petugas mengecap passport aku terhenti dibagian pengambilan bagasi yang masih sistem tradisional. Ini semua hanya sementara kerena Airport baru sedang dibangun. Beberapa orang yang telah Siap dicap passportnya sama sepertiku, menunggu bagasi.

Aku memerhatikan para-para petugas yang biasanya menawarkan jasa mencari bagasi-bagasi penumpang dan mengantarnya sampai dikenderaan mereka. Tidak seperti biasanya, kali ini mereka tak lagi menguasai trolley pengangkut barang. Mereka hanya memakainya ketika ada orang yang meminta mereka mencari bagasi. Kemudian pandanganku tertuju pada seorang bapak berdiri tepat didepan AC removeable, sehingga membuat kami terasa sedikit panas. “ Pandai betul bapak itu” Ujarku dalam hati. Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya aku menemukan bagasiku dan membawanya terus keluar dengan menggunakan trolley.

Sesampai didepan pintu suamiku sudah berada disana, aku menyalaminya dan dia menolong membawakan koper besar tersebut. Aku jalan melewati keramaian yang diantara mereka supir teksi dan penunggu penumpang lain. Langkahku pelan ketika melewati seorang bapak tua penjual koran dan tabloid. Koran-koran dan tabloid tersebut disusun tak beraturan dan berdebu yang hanya diletakkan dilantai yang telah digelarin kain. Aku tersentuh dan sedih. Mungkin tak ramai orang yang membeli jualannya. Dia sibuk merapikan Koran-korannya, yang sesekali diterpa oleh angin. Phenomena seperti inilah yang sangat menyentuh hatiku. Hidupku bukanlah sesenang seorang istri pejabat, tapi tak lah sesusah orang lain yang kulihat kurang beruntung dariku.

Setelah sampai dimobil pinjaman dari kantor, suamiku memasukan barang-barang bawaanku. Ketika itu mobil-mobil disebelah, depan dan belakang kami parkir tak beraturan, sehingga menghambat kami untuk keluar. Suamiku sendiri geram pada empunya mobil yang pergi entah kemana. Dia turun dan melihat-lihat, mana tahu mereka ada disitu dan segera menyuruh memindahkan mobil mereka itu.

Aku tak masuk ke mobil lagi, dan masih memerhati orang-orang yang lalu lalang, diantara seorang bapak tua. Bapak itu petugas mencari dan mengantar bagasi penumpang, aku kenal dari seragamnya. Dia membawa barang-barang itu menggunakan trolley kepayahan, kerena mobil-mobil yang parkir tak beraturan. Aku terenyuh melihatnya, kerja dibawah terik matahari panas bermandikan keringat yang membasahi tubuh dan baju. Pemandangan yang kulihat hari itu tak seberapa dibandingkan jutaan rakyat Indonesia yang hidup dibawah garis kemiskinanan berjirankan orang-orang kaya dan pejabat-pejabat yang hidup mewah.

Melihat kenyataan ini, membuat aku bertambah syukur atas apa yang diberikan Allah kepadaku. Terlebih lagi ketika kesusahan melandaiku bila aku hidup keseorangan dinegeri seberang. Bukan mau menyusahkan hidup yang senang, tapi aku hanya ingin tak membebankan suamiku.

Aku disini hidup tanpa mendapat beasiswa dan pinjaman dari mana pun. Hidup disini Sangat sukar kurasakan, terlebih lagi ketika ringgit tinggi melambung. Tinggallah aku yang berhemat ria, menĂº makananku telur, tempe, tahu. Itu-itu aja. Tapi Alhamdulillah, Rahmat dan karunia Allah tak putus-putusnya. pertolonganNya pun tak pernah habis.

Ketika aku merasa paling tak beruntung hidup jauh dari anak dan suami, aku memikirkan kehidupan orang lain yang lebih susah dari padaku. Aku masih bisa makan tiga kali sehari, tapi bagaimana dengan sodara-sodara ditanah air yang hanya makan sekali sehari? Bagaimana dengan orang lain yang bersusah-susah mencari nafkah dibawah panasnya rahang matahari yang hanya mencukupi kebutuhan sehari saja atau bahkan tak sehari pun? Oh Tuhan…jadikan Aku diantara hambaMu yang bersyukur!

No comments:

Post a Comment