May 12, 2009

Hanya Untaian Do'a SenjataKu


Aku selalu kerja keras sebelum dan ketika menjelang ujian atau final exam. Membaca berulang-ulang, menayakan yang tak paham kepada dosen dan kawan, mendatangi kawan yang mengerti mata kuliah yang aku tak paham dan mengajaknya berdiskusi, dan berdoa serta sholat hajat sebanyak-banyaknya. Nazar juga tak ketinggalan, aku pikir senjata yang paling ampuh untuk meluluskan dan mendapat nilai bagus adalah berdoa dan sholat hajat.

Hal ini telah terbukti ketika aku mengambil semester dua tahun lalu. Ketika itu, ada satu mata kuliah yaitu ARABIC FOR ISLAMIC STUDIES yang menurutku nihil bisa lulus. Selain mata kuliah ini susah, carrying marks dari midtest dan tugas juga tak seberapa banyak, istilah kawan-kawanku hanya cukup-cukup makan.

Ujian mata kuliah tersebut decentralized, artinya dibuat beberapa hari sebelum exam period datang. Segala usaha telah aku lakukan, untaian doa pun telah aku panjatkan. Suasana ujian berlangsung seperti biasa, hening! Aku kebingungan memahami soal, terlalu banyak yang diminta. Ujian ini hanya 40 marks atau nilai. Tapi seperti 60 marks, soalnya terlalu banyak. Sehingga menurutku waktu dua jam tidak lah cukup untuk meyelesaikannya. Aku menanyakan kepada dosen yang mengajar mata kuliah tersebut ketika tak paham soal.

Masa ujian pun habis, tapi aku berusaha untuk menjawab semuanya, walaupun mungkin ada yang kurang nyambung.

Sampai diasrama aku menangis, merasa tak mampu menjawab dengan baik, dan takut-takut kalau harus mengulang.

Pada sore hari itu juga aku menelpon sang dosen.

“ Assalamu’alaikum, ustadzah Nadwah?” Tanyaku untuk memastikan nomer sang dosen. “ Iya, saya. Ini siapa? “ Tanyanya.
“ Saya raudah, ustadzah. Ustadzah, I was not confident to answer the questions just now.” Kataku padanya.
“ Why? Did you study before?” Tanyanya lagi.
“ Yes, of course. I read for many times. Discussed with classmates, but still could not do it well ”. Kemudian aku sambung lagi beberapa kalimat.
“ Ustadzah, I am married and have two children. I so pity with my husband, if I will be fail on this subject. “
“ Yes..yes. I know that. But, I can’t do anything. I can pass you with your qualifications. You just pray and do sholat hajat. Who knows Allah will change my heart and makes it soften.” Ujarnya dengan lembut.
“ Okey, Syukran jazilan, ustadzah! Assalamu’alaikum…” Aku mengakhiri percakapan tersebut.

Malamnya aku melaksanakan sholat hajat dua raka’at seperti yang dia sarankan, itu adalah sholat hajatku yang pertama. Hari-hari berikutnya suasana ujian diwarnai dengan untaian-untaian doa dan sholat hajat, hanya dua keinginanku saat itu; aku, anak-anakku dan suamiku sehat dan semua mata kulaih lulus! Aku tak sanggup membayangkan kalau ada satu saja yang gagal, mau berapa lama lagi aku disini. Sudah capek berlama-lama dikampus ini, capek otakku! Huh!

Ketika libur semester hampir berakhir, aku melihat result atau nilai ujian via online. Alhamdulillah, akhirnya ikhtiar, doaku dan doa-doa orang-orang yang kusayangi dikabulkan! Aku sangat bersyukur….

Hari berikutnya…
Untaian do’a dan sholat hajat mewarnai hari-hariku.
Do’a agar anak-anak dan suami diberikan kesehatan, umur panjang, dijauhkan dari marabahaya, musibah, bencana dan dihindari dari hal-hal yang membahayakan…

sesengguhnya aku telah menyerahkan perasaan khawatirku pada Sang Pelindung dan Penyelamat ketika aku jauh dari mereka! Aku serahkan segalanya padanya melalui untaian do’a-do’aku.

No comments:

Post a Comment